Ketika Perbuatan diperkuat oleh Hadist..... Atau Ketika Hadist diamalkan oleh Perbuatan

Ilmu Hisab yang ada itu untuk saling menyempurnakan ilmu, bukan untuk menjatuhkan ilmu yang lainnya. Perbedaan pendapat antar ulama tentang hisab. Perbedaan memaknai "hilal janganlah dijadikan perbedaan antar umat" Benarkah Paragdima diatas? Islam itu SATU yaitu yang sesuai dengan tuntunan Al Qur'an dan Hadist. Egoisme orang telah membentuk dan mencetak Islam menjadi beberapa golongan WALLAHUALAM

Mari Kita Simak !!

penulis Al-Ustadz Qomar Suaidi Lc.
Syariah Kajian Khusus Ramadhan 12 - September - 2005 18:39:11

Mendekati bulan Ramadhan tentu kita ingat bagaimana perasaan kita yg demikian gembira krn memasuki bulan yg penuh limpahan pahala yg Allah k
siapkan utk orang2 bertakwa. Namun di antara rasa gembira itu terselip kegelisahan ketika melihat kaum muslimin berbeda-beda dlm menentukan awal bulan Ramadhan. Hilang kebersamaan mereka dlm menyambut bulan mulia itu. Sungguh hati ini sangat sedih. Semoga Allah k
segera mengembalikan persatuan kaum muslimin kepada ajaran yg benar dan kebersamaan yg indah.
Hilang kebersamaan itu disebabkan oleh banyak faktor yg mesti kaum muslimin segera menghilangkannya. Satu hal yg tdk luput dari pengetahuan kita adl pemberlakuan hisab atau ilmu falak dlm menentukan awal bulan hijriyyah di negeri ini baik oleh individu ataupun organisasi. Perbuatan tersebut merupakan sesuatu yg sangat lazim bahkan seolah menjadi ganjil jika kita tdk memakai dan hanya mencukupkan dgn cara yg sederhana yaitu ru’yah .
Demikianlah tashawwur yg terbentuk dlm benak sekian banyak kaum muslimin. Hal inilah yg kemudian menyebabkan ada perbedaan pendapat dlm menentukan awal bulan termasuk sesama mereka yg memakai hisab terlebih dgn ilmu yg lain. Perlu diingat bahwa agama ini telah sempurna dlm segala ajaran sebagaimana Allah k
nyatakan:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناً

“Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku sempurnakan ni’mat-Ku atas kalian dan Aku ridha buat kalian Islam sebagai agama kalian.”
Agama ini tdk membutuhkan penambahan atau pengurangan lebih-lebih pada perkara ritual yg selalu berulang di masa Nabi n
seperti shalat puasa dan haji. Ajaran Islam dlm hal itu telah jelas termasuk pula dlm menentukan awal bulan hijriyyah. Allah k
telah menetapkan bahwa hilal adl alat utk menentukan awal bulan Islam. Allah k
berfirman:

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka berta tentang hilal-hilal katakanlah itu adl waktu-waktu bagi manusia dan bagi haji.”
Demikian pula Nabi n
bersabda:

إِذَا رَأَيْمُوْهُ فَصُوْمُوهُ وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ

“Jika kalian melihat mk puasalah kalian dan jika kalian melihat mk berbukalah kalian tapi jika kalian tertutupi awan mk tentukanlah .”
Inilah tuntunan Islam. Tuntunan yg demikian mudah pasti dan membawa banyak maslahat. Sebaik-baik petunjuk adl petunjuk Nabi Muhammad n
. Nabi mengatakan demikian ketika ilmu hisab dan falak telah ada dan dipakai oleh masyarakat Romawi Persia bahkan Arab.
Namun Nabi n
tak mengikuti mereka. Bahkan beliau menerima sepenuh ketentuan Allah n
bahwa utk menentukan awal bulan adl dgn ru’yatul hilal . Yang sangat disayangkan hampir-hampir ajaran Nabi ini tersisihkan dan diganti kedudukan dgn ilmu hisab dan ilmu falak. Lebih ironis lagi ini dilakukan oleh pihak-pihak yg dipandang sebagai ulama. Oleh karena kita akan melihat sejauh mana pandangan ulama Ahlus Sunnah terhadap pemberlakuan ilmu hisab.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah t
dalam Majmu’ Fatawa- menjelaskan masalah ini: “Saya melihat manusia di bulan puasa dan bulan lain mereka ada yg mendengarkan orang tdk berilmu dari kalangan ahli hisab bahwa hilal dilihat atau tdk dilihat. Sampai-sampai di antara hakim ada yg menolak persaksian beberapa orang yg adil krn mengikuti ahli hisab yg bodoh dan berdusta bahwa hilal dilihat atau tdk dilihat.
Di antara mereka ada juga yg tdk menerima ucapan ahli hisab bintang baik lahir maupun batin. Akan tetapi dlm hati punya syubhat yg banyak krn mempercayainya. Sesungguh kami mengetahui dgn pengetahuan yg sangat dimaklumi dari ajaran Islam bahwa dlm ru’yah hilal utk puasa haji ‘iddah atau yg lain dari hukum-hukum yg berkaitan dgn hilal tdk boleh menggunakan berita dari ahli hisab tentang terlihat atau tdk hilal.
Banyak nash-nash dari Nabi n
dalam masalah ini dan kaum muslimin telah berijma’ atas yg demikian. Tidak diketahui ada khilaf di masa lalu dlm masalah ini dan tdk pula di masa sekarang. Kecuali sebagian ahli fiqih belakangan setelah tiga kurun pertama yg menyangka bahwa jika hilal terhalangi awan boleh bagi seorang ahli hisab utk mengamalkan hisab pada diri sendiri sehingga jika hisab menunjukkan mungkin ru’yah hilal mk ia puasa jika tdk mk tdk berpuasa.
Pendapat ini walaupun terkait dgn “jika tertutup awan” dan khusus bagi ahli hisab saja tapi tetap merupakan pendapat yg syadz krn telah didahului oleh ijma’ yg menyelisihinya. mk tdk ada seorang muslimpun yg berpendapat boleh mengikuti hisab di saat cerah atau menggantungkan hukum yg bersifat umum secara keseluruhan padanya. Allah k
berfirman:

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka berta tentang hilal-hilal katakanlah bahwa itu adl waktu-waktu bagi manusia dan bagi haji.”
Allah k
mengabarkan bahwa hilal merupakan waktu utk manusia dlm segala hal yg berkaitan dgn mereka. Dikhususkan penyebutan ibadah haji krn utk membedakan dgn ibadah yg lain. Selain itu haji disaksikan oleh malaikat dan selainnya. Juga krn haji dilakukan di penghujung bulan dlm satu tahun.
Allah k
menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia terkait dgn hukum-hukum yg ditetapkan syariat. Juga hukum-hukum yg ditetapkan dgn syarat-syarat yg ditetapkan oleh manusia. Sehingga apa saja yg waktu tetap baik dgn syariat atau syarat mk hilal-lah patokan waktunya. Masuk di dlm puasa haji waktu ila’ ‘iddah puasa kaffarah puasa nadzar dan lain-lain.
Apa yg datang dari syariat merupakan perkara yg paling sempurna paling baik paling jelas paling benar dan paling jauh dari kegoncangan. Hilal adl sesuatu yg disaksikan dan dilihat dgn mata. Dan di antara maklumat yg paling absah adl sesuatu yg dilihat dgn mata. Oleh karena mereka sebut hilal krn kata itu menunjukkan makna terang dan jelas. Dikatakan bahwa asal makna hilal adl mengangkat suara. Dulu tatkala mereka melihat hilal mereka mengangkat suara sehingga disebut hilal.
Arti waktu-waktu tersebut ditentukan dgn perkara yg jelas terang manusia sama-sama -nya. Tidak ada yg seperti hilal dlm masalah ini. Hilal ditetapkan dgn sesuatu yg thobi’i nampak bersifat umum dan dapat dilihat dgn mata sehingga tdk seorangpun sesat dari agamanya. Dengan memperhatikan tdk akan tersibukkan oleh masalah-masalah lain dan tdk akan menjerumuskan pada perkara yg tdk bermanfaat. Juga tdk akan menjadi celah talbis dlm agama Allah k
sebagaimana dilakukan ulama agama lain terhadap agama mereka. Dasar dilarang hisab dari naqli dan ‘aqli sebagai berikut:
Pertama dari ‘Abdullah Ibnu ‘Umar c
dari Nabi n
bahwasa beliau bersabda:

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلا َنَحْسِبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَعَقَدَ الإبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي تَمَامَ الثَّلاَثِيْنَ

“Sesungguhya kami adl umat yg ummi tdk menulis dan tdk menghitung bulan itu seperti ini seperti ini dan seperti ini dan bulan ini seperti ini seperti ini dan seperti ini .”
Hadits ini merupakan berita sekaligus mengandung larangan ilmu hisab. Tidak ada kemampuan beliau n
dalam menulis krn beliau terhalang dari jalan padahal beliau mendapatkan manfaat yg sempurna dari tujuan kemampuan menulis itu. Ini merupakan keutamaan dan mukjizat besar krn Allah k
mengajarkan ilmu kepada Rasulullah n
tanpa perantara sebuah kitab. Hal ini merupakan mukjizat bagi beliau n
.
Di sisi lain seluruh para pembesar shahabat seperti empat khalifah dan yg lain mayoritas mampu menulis krn butuh mereka terhadap hal itu. Namun mereka tdk diberi wahyu sebagaimana yg diberikan kepada Nabi n
. Sehingga jadilah ke-ummi-an yg khusus bagi beliau sebagai sifat kesempurnaannya. Yaitu dari sisi ketidakbutuhan kepada tulis menulis dan berhitung krn ada yg lbh sempurna dan utama darinya.
Tapi ke-ummi-an ini merupakan sifat negatif pada diri selain Rasulullah n
bila dilihat dari sisi kehilangan keutamaan yg tdk bisa didapatkan kecuali dgn menulis. mk penulisan hari-hari pada bulan dan meng-hisab- termasuk dlm perkara ini .
Nabi n
menerangkan: “Kami adl umat yg ummi tdk menulis tulisan ini dan tdk menghisab dgn hisab ini.” Ucapan beliau tersebut menafikan hisab dan penulisan yg berkaitan dgn hari-hari pada suatu bulan yg dijadikan dasar waktu hilal bersembunyi dan kapan hilal muncul.
Penafian dlm hadits ini meski dgn teks yg mutlak bersifat menafikan hal yg lbh umum namun jika dilihat dlm konteks kalimat itu ada yg menerangkan maksud mk akan diketahui apakah maksud penafian itu umum ataukah khusus. Sehingga tatkala kata “Kami tdk menulis dan tdk menghitung” disejajarkan dgn sabda beliau “bulan itu 30 hari” dan “bulan itu 29 hari” berarti beliau menerangkan bahwa dlm perkara hilal kita tdk membutuhkan hisab atau penulisan1 di mana bulan itu kadang seperti ini dan kadang seperti itu. Pembeda antara kedua hanya ru’yah tdk ada pembeda lain berupa penulisan atau hisab.
Para ahli hisab pun tdk mampu utk memposisikan ru’yah dgn tepat secara terus menerus -hanya mendekati saja- sehingga terkadang benar dan terkadang salah. Jadi jelas bahwa ke-ummi-an dlm hal ini merupakan sifat pujian dan kesempurnaan. Hal itu jelas dari beberapa sisi:
- Dibandingkan hisab ru’yah hilal lbh mencukupi lbh terang dan jelas.
- Menggunakan hisab memungkinkan timbul kesalahan.
- Hisab dan penulisan justru mengandung banyak kerumitan yg tiada manfaat krn menjauhkan dari manfaat yg diperoleh. Di mana pada hakekat hisab itu bukan dimaksudkan utk hisab itu sendiri melainkan utk hal yg lain.
Jika hisab dan penulisan ditiadakan krn kita tdk membutuhkan hal itu krn ada yg lbh baik dan krn kelemahan yg ada pada penulisan dan hisab mk hisab dan penulisan merupakan kekurangan dan aib bahkan kejelekan dan dosa. Barangsiapa yg masuk ke dlm hisab berarti ia telah keluar dari umat yg ummi dari sisi kesempurnaan dan keutamaan yaitu selamat dari kerusakan dan ia masuk dlm sisi negatif yg menghantarkan kepada kerusakan dan kegoncangan. Sehingga kesempurnaan dan keutamaan yg didapat dgn ru’yah hilal tanpa hisab itu akan hilang krn menyibukkan diri dgn hisab meski terkadang benar.
Kedua Nabi n
bersabda:

لاَ تَصُوْمُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ

“Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat dan jangan kalian berbuka sampai kalian melihatnya.”
Nabi n
melarang utk berpuasa sebelum melihat hilal dan melarang berbuka sebelum melihat dan ru’yah di sini arti penglihatan dgn indera mata. Maksud bukan tdk seorangpun boleh berpuasa sehingga melihat sendiri namun janganlah seseorang berpuasa sehingga ia melihat atau orang lain melihatnya.

Berbeda dgn orang yg menerapkan ilmu hisab dan yg lain yg Nabi n
tegaskan ketiadaan dari umat ini dan larangannya. Oleh krn ini para ulama menganggap mereka itu telah memasukkan sesuatu yg bukan dari Islam ke dlm Islam sehingga para ulama menghadapi mereka dgn pengingkaran yg dipakai dlm menghadapi ahli bid’ah.

Dilarang Hisab dari Sisi Akal
Peneliti dari ahli hisab semua bersepakat tentang mustahil menentukan ru’yah secara tepat dgn ilmu hisab utk kemudian dihukumi bahwa hilal pasti dilihat atau tdk dapat dilihat sama sekali dgn ketentuan yg sifat menyeluruh meski mungkin bisa terjadi secara kebetulan. Oleh karena orang2 yg mementingkan bidang ini dari orang2 Romawi India Persia dan Arab juga yg lain seperti Batlimus -yang dia adl pemuka mereka- juga yg datang setelah baik sebelum Islam atau setelah tdk berbicara dlm masalah ini dgn satu hurufpun. .”
Sisi yg jelas dari tdk mungkin keakuratan hisab dlm menentukan ru’yah bahwa sesuatu yg paling mungkin bisa ditentukan oleh ahli hisab –jika hisab benar- hanyalah waktu istisrar ketika bulatan matahari dan bulan berkumpul pada jam sekian misal dan ketika matahari tenggelam bulan telah berpisah dari matahari dgn jarak sekitar 10 derajat misal atau kurang atau lebih.
Derajat yg dimaksud adl satu bagian dari 360 bagian dlm falak dan mereka membagi menjadi 12 bagian yg mereka namai Ad-Dakhil. Setiap gugusan ada 12 derajat. Inilah maksimal pengetahuan mereka yaitu menentukan jarak antara matahari dan bulan pada waktu dan tempat tertentu. Inilah yg mungkin bisa dihitung tepat dgn hisab. Adapun bisa dilihat atau tdk hilal mk ini adl persoalan inderawi dan alami bukan perkara yg dihisab dgn matematika.
Dalam hal ini tdk berlaku satu aturan yg tdk bertambah dan tdk berkurang dlm peniadaan atau penetapannya. Bahkan jika jarak misal 20 derajat mk hilal bisa dilihat selama tdk ada penghalang dan jika hanya satu derajat mk tdk dapat dilihat. Adapun jika sekitar 10 derajat mk akan berbeda tergantung perbedaan sebab-sebab ru’yah sebagai berikut:
- Berbeda krn ketajaman penglihatan.
- Berbeda krn jumlah orang yg mengamati hilal. Jika banyak akan lbh mungkin terlihat oleh sebagian mereka krn tajam penglihatan atau pengalaman salah seorang dari mereka dlm mengfokuskan pandangan ke tempat terbit hilal.
- Berbeda krn perbedaan tempat dan ketinggian antara tempat yg tinggi dan tempat yg rendah dan ada penghalang atau tidak.
- Berbeda krn perbedaan waktu melihatnya.
- Berbeda krn tingkat kebersihan udara.
Jika ru’yah merupakan sebuah hukum yg terkumpul dari sebab-sebab ini yg tdk sedikitpun masuk dlm perhitungan ahli hisab mk bagaimana mungkin seorang ahli hisab memberi kabar dgn kabar yg menyeluruh bahwa hilal tdk mungkin dilihat oleh seorangpun krn dia pandang jarak cuma tujuh atau delapan atau sembilan derajat. Atau bagaimana mungkin dia kabarkan dgn berita yg pasti bahwa hilal dilihat jika sembilan derajat atau sepuluh misalnya.
Beliau simpulkan: “Dan orang yg berpijak pada hisab dlm hilal sebagaimana ia sesat dlm syariat iapun telah berbuat bid’ah dlm agama dia telah salah dlm hal akal dan ilmu hisab.”
Inilah penjelasan Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah t
yg cukup terang menjelaskan kepada kita sejauh mana ketepatan dan hukum ilmu hisab atau falak sebagai penentu awal bulan Islam.
Ini pula yg difatwakan oleh panitia tetap utk pembahasan ilmiah dan fatwa Saudi Arabia ketika sampai kepada mereka sebuah pertanyaan:
Apakah boleh seorang muslim menentukan awal dan akhir puasa dgn hisab ilmu falak atau harus dgn ru’yah hilal?
Jawab:
Allah k
tak membebani kita dlm mengetahui awal bulan Qamariyyah dgn sesuatu yg tdk ada yg mengetahui kecuali kelompok yg sedikit dari manusia yaitu ilmu perbintangan atau hisab falak. Dengan ketentuan ini terdapat nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah utk menjadikan ru’yah hilal dan menyaksikan sebagai tanda awal puasa muslimin di bulan Ramadhan dan berbuka dgn melihat hilal Syawwal. Demikian pula keadaan dlm menetapkan ‘Iedul Adha dan Arafah. Allah k
berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan hendak berpuasa.”

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka berta kepadamu tentang hilal-hilal katakanlah: ‘Itu adl waktu-waktu bagi manusia dan bagi haji.’”
Nabi n
bersabda:

إِذَا رَأَيْمُوْهُ فَصُوْمُوهُ وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ

“Jika kalian melihat mk puasalah kalian dan jika kalian melihat mk berbukalah kalian. Tapi jika kalian tertutupi awan mk sempurnakanlah menjadi tigapuluh.”
Nabi n
menjadikan tetap puasa dgn melihat hilal bulan Ramadhan dan berbuka dgn melihat hilal Syawwal. Dan Nabi n
tak mengaitkan itu dgn hisab bintang-bintang dan perjalanannya. Yang demikian diamalkan sejak jaman Nabi n
para Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin empat imam dan tiga kurun waktu yg Nabi n
persaksikan keutamaan dan kebaikannya.
Merujuk kepada ilmu bintang dan meninggalkan ru’yah dlm menetapkan bulan-bulan Qamariyyah utk menentukan awal ibadah merupakan bid’ah yg tiada kebaikan pada dan tdk ada landasan dlm syariat.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t
berkata: “Adapun hisab mk tdk boleh beramal dengan dan berpijak padanya.”
Asy-Syaikh Ibnu Baz t
ditanya: Sebagian kaum muslimin di sebagian negeri sengaja berpuasa tanpa bersandar pada ru’yah hilal dan merasa cukup dgn kalender. Apa hukumnya?
Jawab: Sesungguh Nabi n
telah memerintahkan kaum muslimin utk “Berpuasa krn melihat hilal dan berbuka krn melihat hilal mk jika mereka tertutup oleh awan hendak menyempurnakan jumlah menjadi 30.” dan Nabi n
bersabda:

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلا َنَحْسِبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَعَقَدَ الإبْهَامَ فِي الثَّالِثَةِ وقال وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَأَشَارَ لأَصَابِعِهِ كُلِّهَا

“Kami adl umat yg ummi tdk menulis dan tdk menghitung bulan itu adl demikian demikian dan demikian dan beliau menggenggam ibu jari pada ketiga kali dan mengatakan bulan itu adl begini begini dan begini dan mengisyaratkan dgn jari-jari seluruhnya.”

Beliau n
maksudkan bahwa bulan itu mungkin 29 hari dan bisa 30 hari dan terdapat sebuah hadits dlm Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah z
bahwa Nabi n
bersabda:

صُوْمُوا لِرُأْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُأْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَِّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ يَوْمًا

“Puasalah kalian krn melihat dan berbukalah krn melihat mk jika kalian tertutupi awan hendak menyempurnakan Sya’ban menjadi 30.”
Dan Nabi n
juga bersabda:

لاَ تَصُوْمُوا حَتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ وَتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ وَتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ

“Jangan kalian berpuasa sehingga melihat hilal atau sempurnakan jumlah dan jangan kalian berbuka sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah.”
Dan hadits-hadits tentang ini banyak jumlah yg kesemua menunjukkan wajib beramal dgn ru’yah atau menyempurnakan jumlah ketika tdk ada ru’yah sebagaimana juga menunjukkan tdk boleh bersandar kepada hisab dlm masalah itu. Ibnu Taimiyyah t
telah menyebutkan ijma’ para ulama bahwa dlm menentukan hilal tdk boleh bersandar kepada hisab. Dan itulah yg benar tiada keraguan padanya. Allahlah yg memberi taufiq.

Syubhat
Sebagian orang memahami sabda Nabi n
:

الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرًوْنَ لَيْلَةً لاَ تَصُوْمُوهُ حَتَّى تَرَوْهُ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ إِلاَّ أَنْ يُغَمَّ عَلَيْكُم فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ

“Bulan adl 29 mk janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihat kecuali jika kalian tertutupi awan mk jika tertutupi awan mk tentukanlah.”
Mereka mengatakan kalimat ‘tentukanlah’ maksud adl menentukan dgn hisab tempat-tempat bulan.
Pendalilan mereka dgn hadits Ibnu ‘Umar ini sangat rusak krn Ibnu ‘Umar sendiri yg meriwayatkan hadits: “Kita adl umat yg ummi tdk menulis dan tdk menghitung” . Bagaimana mungkin kemudian hadits beliau dipahami mewajibkan mengamalkan ilmu hisab?
Makna yg benar adl tentukanlah jumlah bulan mk sempurnakanlah jumlah Sya’ban menjadi 30.
Akan lbh jelas lagi dgn riwayat lain yg menjelaskan maksud kata
فَاقْدِرُوا لَهُ
yg terdapat dlm riwayat Muslim dari ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar g
dari Nabi n
dgn lafadz:

فَاقْدِرُوا ثَلاَثِيْنَ

“Maka tentukanlah menjadi 30.”

Dalam riwayat Asy-Syafi’i dari Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dgn lafadz:

فَأَكْمِلُوا الْعِدَِّةَ ثَلاَثِيْنَ

“Sempurnakanlah jumlah menjadi 30.”
Juga dlm riwayat Al-Bukhari dari Al-Qa’nabi dari Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dgn lafadz yg sama. Yang lbh jelas lagi dlm riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairah:

فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

“Maka sempurnakanlah jumlah Sya’ban menjadi 30.”
Maksud dari kata begitu gamblang yaitu menyempurnakan jumlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari sebagaimana penjelasan di atas. Bukan makna memperkirakan dgn ilmu hisab atau falak.
Wallahu a’lam. 

1 Ibnu Hajar t
berkata: “Yang dimaksud adl menghisab bintang-bintang dan perjalanannya… Bahkan yg nampak dari konteks tersebut menafikan pengaitan hukum dgn ilmu hisab sama sekali. Menjelaskan yg demikian sabda Nabi n
jika kalian tertutupi awan sempurnakanlah menjadi 30. Beliau tdk mengatakan bertanyalah kepada ahli-ahli hisab.. Seandai perkara ini dikaitkan dgn ilmu hisab mk akan menyempitkan masalah ini. Karena tdk ada yg mengetahui kecuali sedikit.”

Sumber: www.asysyariah.com

KUDU DI COBA !!!!!

Kalo mau coba Klik
DISINI

atau

DISINI


ATAU MAU IKUT
KUMPUL BLOGGER
DAPET DUIT GRATIS
DAFTAR DISINI


Solusi Anda